Benarkah Cinta ini dari-Mu ataukah ini hanya pengkhianatanku?


Matahari masih setia menyinariku siang ini, meski terik sekali. Tapi aku merasa teduh, bersamanya. Lelaki yang ku kenal bertahun-tahun lalu. Lelaki yang masih setia menunjukkan kehebatannya untuk mencintaiku. Lelaki yang masih saja merasa menjadi bulan dan pusat cahayanya adalah aku, mentari.

Kita dekat semenjak masa perkenalan kampus masa itu. Dia adalah kakak kelompokku. Seperti halnya gerhana, mungkin dalam kisah ini bulan yang mendekat pada mentari. Bulan yang setia menunggu cahaya. Entah dia salah cahaya, atau Tuhan memang menitipkan sedikit cahayanya padaku. Kini cahaya itu telah menjadi pemersatu.



Fenomena yang bagiku luar biasa atau sudah biasa. Hanya masih menjadi anomali di Bumi meski sudah jelas matahari yang menjadi pusat dari seluruh cahaya di galaksi bimasakti. Dan kini galaksi itu hanya bercerita tentang aku, dia, dan Tuhan.

Gerhana Matahari menjadi sebuah kejadian alam yang berbahaya tapi ditunggu untuk menjadi bahan diskusi atau alasan untuk berdiam diri. Tuhan sang Sutradara, hanya dalam film ini, sutradara kita berbeda. Aku dengan Agamaku dan dia dengan Agamanya. Entah apa maksud Tuhan kita menitipkan cinta pada dua manusia yang jelas Tuhan tahu bahwa kami berbeda. Apakah Tuhan kita berdua telah menyetujui penyatuan dua hamba-Nya?

Selusin purnama sudah terlewati dengan semua perbedaan dan penerimaan yang elok bersandingan. Aku dengan lima waktu dan dia ibadah di Minggu pagi. Kita saling mengingatkan untuk mendekatkan diri pada Dia sang Maha Cinta. Tuhan sang pemilik dan pemberi Cinta diantara kami berdua. Meski kita tak pernah tahu, apakah Tuhan kita berdua telah memberi Restu.

Semua baik baik saja, perkenalan kita mengagumkan. Dia selalu bilang “Kamu adalah hadiah Natal terindah untukku.” Ya, kita memang mengukuhkan pertemanan menjadi sedekat ini saat dibawah indahnya kerlip pohon natal di dekat gereja Katedral. Kala itu, aku baru saja selesai ibadah Isya' di Istiqlal. Kita selalu menganggap bahwa kita adalah Katedral dan Istiqlal. Kita akan selalu bisa bersandingan dan beriringan meski harus dengan Iman yang berbeda.

Aku bahagia, teramat bahagia. Kisah cintaku sebelumnya tak pernah seindah ini. Lelaki yang bersamaku bahkan tak pernah semanis ini. Aku merasa Istimewa, merasa selalu bercahaya, dan penuh cinta. Tapi, ada satu yang tak pernah aku ungkapkan padanya. Disetiap sujudku, ada gelisah. Disetiap tasbihku, ada air mata. Disetiap do’aku, ada tanya.

Tuhan, benarkah cinta ini dariMu?
Atau aku justru mengkhianatiMu?

Trilogi:
Part 1: Fatamorga Gerhana
Part 2: Ini cinta atau khianat?
Part 3: Sang Ekulibrium

Uswatun Khasanah Katasmir

Post a Comment

0 Comments